alhikmah.com - Jepang, benarkah negeri impian? Entahlah aku selalu berpikir begitu. Terutama saat ada teman bilang “aku ingin ke Jepang” yang aku tahu bukan sekedar ucapan gurauan. Terbukti melihat usahanya yang benar-benar”gambaru” membuat aku percaya dia ingin merealisasikan impiannya itu. Kalau ada yang bertanya padaku apakah Jepang juga negeri impianku, jujur saja mungkin aku akan menjawab tidak tahu. Meski aku seorang guru bahasa Jepang dan lulusan jurusan pendidikan bahasa Jepang sepertinya aku tak punya keinginan muluk, pergi ke Jepang.
Wajar sajalah. Barangkali ada yang bilang aneh. Karena saat ini aku ada di jepang? Menurutku sih ini bagian dari rejeki bukan bagian kenyataan mimpi. Usahaku tak sebesar orang-orang yang pernah kutemui di negeri ini. Cerita mereka banyak yang membuat aku terharu. Bagaimana tidak? Usaha mereka maksimal. Sedang aku? He he..Doa saja kali..tapi alhamdulillah sekali Dan berikut ini sedikit dari banyak yang kutahu tentang mereka.
Wajar sajalah. Barangkali ada yang bilang aneh. Karena saat ini aku ada di jepang? Menurutku sih ini bagian dari rejeki bukan bagian kenyataan mimpi. Usahaku tak sebesar orang-orang yang pernah kutemui di negeri ini. Cerita mereka banyak yang membuat aku terharu. Bagaimana tidak? Usaha mereka maksimal. Sedang aku? He he..Doa saja kali..tapi alhamdulillah sekali Dan berikut ini sedikit dari banyak yang kutahu tentang mereka.
Dulu aku pernah mendengar cerita dari seorang kenshusei yang akan berangkat ke Jepang sempat menjual sebidang tanah untuk membiayai keberangkatannya. Hidup keluarganya yang pas-pasan menjadikan dia nekad pergi bekerja ke negeri oshin yang katanya memang menjanjikan itu. Apalagi melihat seorang tetangganya bisa membangun rumah, membeli mobil bahkan sebidang tanah hasil kiriman anaknya yang bekerja di Jepang. Saat itu aku berpikir temanku ini benar-benar nekat. Saat kutanya apa yang dia inginkan sepulang dari sana? Dia menjawab bahwa tiga tahun lagi dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa menjelaskan keinginannya. Aku tersenyum mendengar jawabannya.
Kemudian suatu hari aku tak sengaja bertemu dengan seorang gadis Indonesia yang bekerja di salah satu restoran di kota Shibuya. Mungkin karena kebetulan kami berasal dari kota yang sama di Indonesia, kami bisa langsung akrab. Oh ya! Dia lulusan salah satu universitas di kotaku Dan kamipun berbicara panjang lebar tentang apa saja, termasuk perjalanan hidupnya yang membawa dia ke Jepang. Suatu perjalanan mimpi yang tak mulus katanya. Berkat pertolongan temannya yang asli nihonjin dia bisa masuk negeri sakura dengan lancar. Hanya saja dia harus membiayai sendiri semua keperluannya. Biaya paspor, visa, transport dan biaya hidup di Jepang di tanggung sendiri.
Temannya hanya menyediakan tempat sementara saja. Benar-benar taihen. Kemudian diapun berusaha mencari pekerjaan ke sana kemari, berjuang keras untuk mempertahankan hidup. “Semua pekerjaan sudah aku jelajahi mbak.” Katanya sambil tersenyum. Aku tersenyum. “Mbak jangan berprasangka macam-macam ya?”..Katanya lagi seakan bisa membaca pikiranku.
Aku menggeleng, meski dalam hati tak kupingkiri selintas bayangan buruk sempat hadir. Melihat penampilan yang agak berbeda membuat aku sempat berpikir lain. “Aku mungkin tak bisa survive hidup di sini, masalahnya aku bukan seorang yang pantang menyerah sepertimu. Aku kagum padamu.” Kataku kemudian. “Boleh aku tahu? Apa yang membuatmu datang ke negeri ini?” Tanyaku setelah lama kami terdiam. “Setiap orang pasti punya mimpi mbak.,.” Jawabnya pelan. “Dan pasti pula adakeinginan untuk mewujudkannya. Akupun demikian. Aku sudah banyak mengeluarkan uang untuk sampai di sini Mbak.,” Lanjutnya. “Sekarang aku sudah di sini, sudah hampir lima tahun aku bergelut dengan pahit getirnya hidup di kota ini. Hidup diantara persaingan-persaingan yang ketat,yang kalau kita tak bisa bertahan akan tersingkir. Aku sudah ada dalam arus ini Mbak, dan aku tak mau jadi orang yang tersingkir…” Dia berkata sambil melihat orang lalu lalang depan kami.
“Dulu aku punya mimpi ingin menikmati indah hidup di negeri sakura ini, berada di sinipun ternyata enak juga ya..? Meski untuk mencapai itu diperlukan pengorbanan luar biasa. Aku tak tahu sampai kapan bisa bertahan di sini, hanya ada satu yang masih ingin kugapai..aku ingin mendirikan restoran ..” Katanya yakin. “Restoran?” Aku memastikan. “Yup!” Sahutnya tegas.
“Mbak..diantara perputaran arus itu aku bersyukur bisa di percaya bosku untuk menangani keuangan di restoran. Tidak mudah memperoleh kepercayaan ini.
Biasanya yang dipercaya pekerja dari Korea dan China. Orang macam kita jarang deh..modalku cukup islam saja..” Dia meneruskan. “Aku bilang sama bosku bahwa aku orang islam, dan islam tidak mengerjakan hal-hal yang buruk. Apapun siap kupertaruhkan untuk itu. Kubilang juga pada bosku, aku tak takut padanya, karena yang kutakuti hanya Allah, kamisama ku.” “Entahlah ..apa karena itu bosku jadi sangat percaya padaku. Alhamdulillah dia juga sekarang yang menjamin aku bisa tinggal di sini. Setelah selalu dikejar-kejar perasaan kawatir setiap saat tentang status keberadaanku di sini. Sudah banyak uang yang kupakai untuk mempertahankan statusku. Benar-benar mimpiku tergapai. Dan aku sudah menyiapkan mimpi lain …restoran..he he..manusia itu ya?..Katanya menggantung. Aku tersenyum tanpa mengangguk.
Sampai saat ini aku masih sering berhubungan dengan gadis itu. Seperti ada ikatan hati antara kami. Syukurlah. Dia malah mengajakku untuk tinggal lebih lama di sini. Olala...memang sih?..mungkin suatu hari nanti aku bisa makan gratis di restoran dia, yang katanya mau menyajikan menu masakan halal Indonesia-Jepang. Mau tiap hari kek..Ups! Tapi entah waktunya kapan. Sedangkan tahun depan aku sudah pulang. Apa perlu membangun mimpi seperti mereka ya?..Agar bisa datang lagi ke Jepang untuk ketiga kalinya…Waah!
Aridaistia
[aridaistia@yahoo.com]
Sudut kaikan. 1 ramadhan 2004
By Sausan
Catatan:
Kenshusei : Pekerja trainee
Gambaru: Semangat
Taihen : Sangat susah
Kamisama : Tuhan