Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
Ternyata, ketangguhan hanya dapat dilihat tatkala seseorang mengarungi medan ujian. Semakin berat medan ujian, semakin terlihat pula ketangguhannya. Kita akan salut kepada seorang ibu yang mati-matian mendidik anak-anaknya di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit. Kita akan salut kepada pasukan yang berani mati di medan perang, walau musuh yang dihadapi jumlahnya jauh lebih banyak. Kita pun akan salut kepada satu bangsa yang walau tidak punya sumber daya alam, tapi mereka bisa bangkit dan maju. Intinya, kita akan salut kepada mereka yang memiliki ketangguhan dalam hidup.
Pertanyaannya, apakah kita termasuk manusia yang tangguh atau rapuh? Masalahnya, di balik orang yang tangguh, ada banyak orang yang rapuh. Dihadapkan dengan sedikit kesusahan mereka goyah dan mengeluh. Dihadapkan dengan masalah yang menghadang dia putus asa. Dihadapkan dengan ketidakenakan dia tersinggung, lalu marah. Bahkan, dengan masalah sepele saja mereka akan menyerah. Lihatlah, hanya karena tidak bisa mengerjakan PR, ia membanting pintu dan menyobek kertas. Hanya karena tidak bisa memasang peniti, susah masuk, ia marah-marah dan membanting peniti tersebut. Hanya karena putus cinta, ia bunuh diri. Atau hanya karena tidak disapa tetangga, ia sakit hati.
Karena itu, mulai sekarang kita harus memiliki keberanian untuk mengevaluasi diri, apakah diri kita bermental tangguh atau sebaliknya bermental rapuh? Kalau kita sudah lebih mengenal diri, kita harus memiliki program untuk membangun ketangguhan diri.
Beberapa hari lalu saya menonton acara televisi tentang kontes ketahanan fisik, untuk memilih manusia 'terkuat' di dunia dari segi fisik. Mereka harus berlari puluhan kilometer, menaiki bukit, berenang, mengayuh sepeda, mengarungi kubangan lumpur, dan lainnya. Dalam perlombaan tersebut, terlihat ada orang yang semangatnya kuat, tapi fisiknya lemah. Ada yang semangatnya lemah, tapi fisiknya kuat. Ada yang fisik dan semangatnya lemah. Tapi ada pula yang semangat dan fisiknya sama-sama kuat. Yang terakhir inilah yang kemudian keluar sebagai pemenang. Ternyata, ketangguhan hanya dapat dilihat tatkala seseorang mengarungi medan ujian. Semakin berat medan ujian, semakin terlihat pula ketangguhannya.
Analogi dengan kenyataan tersebut, hidup hakikatnya adalah medan kesulitan sekaligus medan ujian. Separuh dari hidup kita adalah medan ujian yang berat. Yang akan keluar sebagai pemenang hanyalah mereka yang tangguh, yang mampu melewati setiap kesulitan dengan baik. Dalam Alquran, Allah SWT berjanji akan membahagiakan orang-orang yang sabar dan tangguh dalam mengarungi kesulitan hidup. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: 'Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali' (QS Al-Baqarah [2]: 155-156).
Ketangguhan yang hakiki bagi seorang Muslim tidak dilihat dari fisiknya (walau ini penting), tapi dilihat dari seberapa kuat keimanannya. Manusia paling tangguh adalah manusia yang paling kuat imannya. Boleh jadi tubuh kita lemah, rapuh, bahkan lumpuh, tapi kalau ia memiliki ketangguhan iman, maka kelemahan fisik akan tertutupi.
Orang yang memiliki kekuatan iman, salah satu ciri khasnya adalah tangguh menghadapi cobaan hidup. Dalam praktiknya, ia memiliki lima rumus. Pertama, ia yakin bahwa kesulitan adalah episode yang harus dijalani. Ia akan menghadapinya sepenuh hati, tidak ada kamus mundur atau menghindar. Kedua, ia yakin bahwa setiap kesulitan sudah diukur oleh Allah, sehingga takarannya pasti sesuai dengan kapasitas manusia. Ketiga, ia yakin bahwa ada banyak hikmah di balik kesulitan. Keempat, ia yakin bahwa setiap ujian pasti ada ujungnya. Dan terakhir, ia yakin bahwa setiap kesulitan yang disikapi dengan cara terbaik akan mengangkat derajatnya di hadapan Allah (juga manusia). Pasti ada sesuatu yang besar di balik kesulitan yang menghadang. Semakin berat ujian, semakin luar biasa pula ganjaran yang akan diterima.
Karena itu, sesulit apapun keadaan bangsa kita, sesulit apapun keadaan keluarga dan diri kita, pilihan terbaik hanya satu: 'Kita harus menjadi manusia tangguh.' Jangan putus asa atau menyerah. Bergeraklah terus karena segala sesuatu ada ujungnya. Tidak mungkin kesulitan akan terus menerus mendera kita. Bukankah di balik setiap kesulitan ada dua kemudahan? Wallahu a'lam bish-shawab.
Pertanyaannya, apakah kita termasuk manusia yang tangguh atau rapuh? Masalahnya, di balik orang yang tangguh, ada banyak orang yang rapuh. Dihadapkan dengan sedikit kesusahan mereka goyah dan mengeluh. Dihadapkan dengan masalah yang menghadang dia putus asa. Dihadapkan dengan ketidakenakan dia tersinggung, lalu marah. Bahkan, dengan masalah sepele saja mereka akan menyerah. Lihatlah, hanya karena tidak bisa mengerjakan PR, ia membanting pintu dan menyobek kertas. Hanya karena tidak bisa memasang peniti, susah masuk, ia marah-marah dan membanting peniti tersebut. Hanya karena putus cinta, ia bunuh diri. Atau hanya karena tidak disapa tetangga, ia sakit hati.
Karena itu, mulai sekarang kita harus memiliki keberanian untuk mengevaluasi diri, apakah diri kita bermental tangguh atau sebaliknya bermental rapuh? Kalau kita sudah lebih mengenal diri, kita harus memiliki program untuk membangun ketangguhan diri.
Beberapa hari lalu saya menonton acara televisi tentang kontes ketahanan fisik, untuk memilih manusia 'terkuat' di dunia dari segi fisik. Mereka harus berlari puluhan kilometer, menaiki bukit, berenang, mengayuh sepeda, mengarungi kubangan lumpur, dan lainnya. Dalam perlombaan tersebut, terlihat ada orang yang semangatnya kuat, tapi fisiknya lemah. Ada yang semangatnya lemah, tapi fisiknya kuat. Ada yang fisik dan semangatnya lemah. Tapi ada pula yang semangat dan fisiknya sama-sama kuat. Yang terakhir inilah yang kemudian keluar sebagai pemenang. Ternyata, ketangguhan hanya dapat dilihat tatkala seseorang mengarungi medan ujian. Semakin berat medan ujian, semakin terlihat pula ketangguhannya.
Analogi dengan kenyataan tersebut, hidup hakikatnya adalah medan kesulitan sekaligus medan ujian. Separuh dari hidup kita adalah medan ujian yang berat. Yang akan keluar sebagai pemenang hanyalah mereka yang tangguh, yang mampu melewati setiap kesulitan dengan baik. Dalam Alquran, Allah SWT berjanji akan membahagiakan orang-orang yang sabar dan tangguh dalam mengarungi kesulitan hidup. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: 'Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali' (QS Al-Baqarah [2]: 155-156).
Ketangguhan yang hakiki bagi seorang Muslim tidak dilihat dari fisiknya (walau ini penting), tapi dilihat dari seberapa kuat keimanannya. Manusia paling tangguh adalah manusia yang paling kuat imannya. Boleh jadi tubuh kita lemah, rapuh, bahkan lumpuh, tapi kalau ia memiliki ketangguhan iman, maka kelemahan fisik akan tertutupi.
Orang yang memiliki kekuatan iman, salah satu ciri khasnya adalah tangguh menghadapi cobaan hidup. Dalam praktiknya, ia memiliki lima rumus. Pertama, ia yakin bahwa kesulitan adalah episode yang harus dijalani. Ia akan menghadapinya sepenuh hati, tidak ada kamus mundur atau menghindar. Kedua, ia yakin bahwa setiap kesulitan sudah diukur oleh Allah, sehingga takarannya pasti sesuai dengan kapasitas manusia. Ketiga, ia yakin bahwa ada banyak hikmah di balik kesulitan. Keempat, ia yakin bahwa setiap ujian pasti ada ujungnya. Dan terakhir, ia yakin bahwa setiap kesulitan yang disikapi dengan cara terbaik akan mengangkat derajatnya di hadapan Allah (juga manusia). Pasti ada sesuatu yang besar di balik kesulitan yang menghadang. Semakin berat ujian, semakin luar biasa pula ganjaran yang akan diterima.
Karena itu, sesulit apapun keadaan bangsa kita, sesulit apapun keadaan keluarga dan diri kita, pilihan terbaik hanya satu: 'Kita harus menjadi manusia tangguh.' Jangan putus asa atau menyerah. Bergeraklah terus karena segala sesuatu ada ujungnya. Tidak mungkin kesulitan akan terus menerus mendera kita. Bukankah di balik setiap kesulitan ada dua kemudahan? Wallahu a'lam bish-shawab.