Sepercik Hikmah– Rezeki memang sudah ada yang mengaturnya, yaitu Allah… bahkan seluruh kehidupan kita, baik itu rezeki, jodoh, hidup dan mati kita, semenjak ruh ditiupkan pada usia 4 bulan di dalam kandungan sampai kita mati, juga sudah diatur oleh Allah di dalam Lauful Mahfudz. Tapi semuanya itu tidak ujug-ujug turun, ada asbabnya. Mau dapet rezeki banyak, ya harus ikhtiar lebih keras, bukan tidur di rumah tanpa ada upaya. Kalau kita beranggapan bahwa rezeki sudah diatur, lantas kita tidak berbuat apa-apa, itu salah.
Itu seperti kaum Jabariyyah yang mengatakan bahwa Allah yang berkehendak penuh terhadap takdir manusia, manusia tidak memiliki kehendak sama sekali. Seperti boneka yang digerakkan tuannya. zina nya manusia bukan karena manusia mau berzina, tapi karena Allah yang mau kita berzina, bermaksiatnya manusia bukan karena manusia mau bermaksiat, tapi karena Allah yang berkehendak manusia untuk bermaksiat. Ini salah…
Ada lagi lawannya, yaitu paham Qadariah, mereka mengatakan bahwa manusia memiliki kehendak penuh terhadap takdir dan kehidupan manusia, sedangkan Allah hanya bertugas menciptakan manusia saja. Allah itu ibarat tukang jam, dan manusia itu jam nya, manusia berjalan sendiri dalam takdirnya tanpa ada campur tangan Allah di dalamnya. Suksesnya manusia karena usahanya, bukan karena Allah. Miskin dan kayanya manusia juga karena manusia sendiri dengan usahanya, bukan karena Allah. Begitu katanya… ini juga salah…
Dalam Ahlu Sunnah, Allah menciptakan takdir untuk manusia, tapi manusia memiliki kehendak dan ikhtiar untuk memilih takdirnya. Sebab itu kita diperintahkan belajar supaya kita mengetahui apa yang tidak kita ketahui, kita diperintahkan mencari rizki yang halalan thayyiban supaya kita dapat memenuhi kebutuhan kita, serta tidak meninggalkan keluarga dan keturunan dalam kemiskinan.
Bedakan antara pasrah dan tawakkal. Pasrah dekat dengan putus asa terhadap takdir, tidak melakukan apa-apa untuk mengubahnya. Tawakkal itu diawali dengan ikhtiar yang totalitas untuk menjemput takdir, lalu memberikan keputusannya kepada Allah terhadap hasilnya.
Ikhtiar juga bukan sembarang ikhtiar, lakukan ikhtiar yang baik. Ikhtiar yang tidak melanggar syari’atnya, yang dapat mendatangkan keridhaan dari Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Bukan ikhtiar yang malah menjerumuskan kita dalam kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Misalnya, ingin kaya, kemudian datang ke dukun supaya dilancarkan rezekinya, lah ini juga salah… kalau tuh dukun bisa lancarin rezeki orang, mendingan dia lancarin rezeki dia sendiri dan jadi orang terkaya di dunia kan?
Lakuin hal-hal yang dapat mendatangkan rahmat dan keridhaan Allah terhadap ikhtiar kita, sehingga akan totalitas yang akan kita dapatkan. Misal ketika diberikan rezeki oleh Allah Rp 10.000 dari total kebutuhan Rp 1.000.000, jangan marah sama Allah, syukuri… kemudian instropeksi, mungkin ada yang salah ketika kita berikhtiar, mungkin kita tidak melibatkan Allah dalam ikhtiar-ikhtiar kita… Setelah dapat hasil instropeksinya, lalu eksekusi dengan ikhtiar yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
wallahu a’lam…
====
Sumber : dhezun