Sepercik Hikmah -Sudahkah orang tua kita memberikan apa yang kita inginkan? Mungkin pertanyaan itu yang sering kita pertanyakan. Tak peduli apapun keadaannya,sering kita menuntut hal itu. Dan menurut saya orang tua kita telah memberikan apa yang kita inginkan. Namun pernahkah terbesit dalam hati dan pikiran kita satu pertanyaan "Sudahkah Kita Menjadi Seperti yang Orang Tua Kita Inginkan??"
Rasanya sangat sulit untuk memunculkan pertanyaan itu dalam diri seorang anak. Tidak salah dan tidak akan pernah salah jika kita menjadi seperti yang orang tua kita inginkan. Sepengetahuan saya,orang tua hanya menginginkan hal-hal sederhana pada anaknya. Bahkan dalam harapannya terhadap sang anak mereka tidak sama sekali memikirkan kepentingannya,mereka senantiasa mengharapkan yang terbaik untuk anaknya bukan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Sungguh besar kasih sayang orang tua kita.
Suatu hal yang sangat wajar apabila orangtua memiliki suatu harapan terhadap anak-anaknya, justru sangat aneh rasanya bila ada orangtua yang tidak memiliki harapan apapun terhadap anak-anaknya. Saya tahu, sebagian diantara kita ataupun orangtua kita mungkin memiliki banyak keinginan dan harapan yang tinggi kepada anak-anaknya. Dan itu bukanlah sesuatu yang salah selama harapan-harapan itu tidak keluar dari koridor tuntunan ajaran agama. Dan dari sekian banyak hal yang diharapkan oleh orangtua, jika disederhanakan mungkin hanya akan menjadi 3 harapan utama, yakni :
1. Tumbuh Dewasa dan Menjadi Orang yang Soleh
Ya, terlepas dari seperti apa kita atau anak-anak kita di masa perkembangannya, orangtua hanya berharap, bahwa kelak ketika anak-anak itu dewasa pada akhirnya bisa menjadi orang yang soleh yang patuh dan taat terhadap ajaran agamanya. Terlebih bagi kita yang beragama Islam, sedangkan apapun pemahaman kita dan sekecil apapun pengamalan kita terhadap ajaran agama itu, kita pasti berharap agar anak-anak kita kelak bisa lebih dari kita, lebih memahami dan lebih banyak mengamalakan ajaran agama itu. Patut kita renungkan dan kita pertanyakan kepada diri kita sendiri apabila kita tidak memiliki keinginan dan harapan seperti itu. Sungguh, orangtua akan jauh lebih bangga saat anaknya menjadi pejabat, menjadi pimpinan perusahaan, menjadi pengusaha dan orang sukses atau hebat lainnya, tetapi sekaligus juga menjadi orang yang soleh. Ini harus disampaikan dan dijadikan pedoman utama bagi anak-anak agar mereka tidak kehilangan arah dalam mencapai tujuan hidupnya setelah dewasa kelak.
Tidak sedikit mereka yang masa kanak-kanaknya rajin beribadat, patuh dan taat kepada orangtua, tetapi kemudian akibat pengaruh lingkungan ataupun semakin lemahnya pengawasan orangtua, malah tumbuh berbelok menjadi orang yang sebaliknya. Hal ini mungkin tidak akan terjadi manakala anak-anak sudah memiliki pedoman yang pasti tentang harus seperti apa mereka setelah menjadi dewasa nanti. Dan inipun menjadi sebuah pertanyaan bagi diri kita sendiri, sudahkah kita menjadi orangtua yang soleh seperti yang diharapkan orangtua kita ? atau jangan-jangan malah kita sendiri belum tahu, seperti apakah orang yang soleh itu ? dan akan lebih mengerikan lagi apabila kita tidak atau belum memiliki sedikitpun keinginan untuk menjadi orang yang soleh ! Naudzubillah, semoga tidak demikian. Ingat firman Allah SWT dalam surat Al A’raaf ayat 179, yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf: 179)
2. Hidup Sehat & Bahagia
Harapan kedua dari orangtua adalah anak-anaknya selalu dalam kondisi sehat dan hidup dalam kebahagiaan. Itulah mengapa banyak orangtua yang rewel dan gelisah manakala si kecilnya sulit makan, sulit disuruh tidur siang, sulit minum susu, dan sulit-sulit lainnya. Hal itu pulalah yang menyebabkan orangtua selalu menginginkan anak-anaknya masuk rangking di sekolah, mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti berbagai les, belajar berbagai keterampilan, dan sebagainya yang diharapkan akan menjadi bekal di masa depannya. Hanya saja pertanyaan selanjutnya adalah, apakah hal itu harus dipaksanakan ?
Tidak sedikit orangtua yang memaksa anak untuk makan, tidur siang, minum susu, vitamin dan sebagainya hanya karena ingin anaknya terlihat gemuk padahal mereka sebenarnya sudah sehat. Tidak sedikit pula orangtua yang memaksa anaknya untuk ikut les berbagai pelajaran, mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti kursus berbagai keterampilan, padahal sebenarnya belum urgent untuk anak-anak pada usia itu sehingga menjadikan anak malah merasa tersiksa menjalaniya. Tentu hal ini harus kita kaji ulang kembali dan meluruskan pemahaman yang benar mengenai anak yang sehat dan hidup bahagia itu sendiri.
Untuk masalah kesehatan mungkin tidak sulit, karena banyak parameter-parameter yang dikeluarkan para ahli kesehatan mengenai seperti apa anak-anak yang sehat, yang kemudian bisa kita jadikan acuan perlu tidaknya kita memaksakan sesuatau dengan alasan demi kesehatan anak. Namun untuk kebahagiaan itu sendiri, setiap orang mungkin memiliki parameter yang berbeda, termasuk parameter bahagia yang ditetapkan orangtua terhadap anak. Sekiranya masih ada alternatif lain, sekiranya jalan yang akan ditempuh anak masih sedemikian panjang dimana segala sesutu hal masih sangat memungkinkan terjadi dalam proses pencapaian hidup bahagia itu, mengapa kita harus selalu memaksakan segala sesuatunya dengan alasan untuk kebahagiaan mereka ? Mungkin hal yang benar-benar harus kita sadari dan kita camkan kepada anak-anak kita adalah bahwa kebahagiaan itu tidak hanya bisa diperoleh melalui uang atau materi atau pangkat dan jabatan.
Diluar semua itu masih ada hal lain yang bisa membuat hidup lebih bahagia, yakni jiwa yang bersih, hati yang tentram, serta rasa syukur atas segala nikmat dan karunia-Nya. Benarkah demikian ? mari kita tanya diri kita, apakah anda akan bahagia dengan sepeda motor yang anda miliki manakala anda merasa iri melihat tetangga yang memiliki sebuah mobil ? Apakah anda bahagia dengan benda-benda mewah yang ada di rumah anda manakala setiap saat hati anda gelisah karena takut didatangi perampok ? Apakah anda bahagia dengan uang ratusan juta rupiah yang anda miliki tetapi seminggu sekali anda harus cuci darah ? Intinya uang, materi, pangkat, jabatan, dan sejenisnya memang bisa membuat hidup bahagia selama itu bisa memberikan jiwa yang bersih, hati yang tentram, dan selalu kita syukuri. ; akan tetapi di sisi lain, tanpa uang, materi, pangkat, jabatan dan sejenisnya, selama itu bisa membuat jiwa bersih, hati tentram, dan selalu bersyukur, itupun bisa membawa kebahagiaan yang hakiki. Tetapi tentu saja inipun jangan disalah artikan. Saya hanya sekedar ingin menekankan bahwa orientasi orangtua dalam membuat anak hidup bahagia seharusnya bukan lagi pada materi, pangkat ataupun jabatan, melainkan pada bagaimana agar anak kelak memiliki jiwa yang bersih, hati yang tentram, dan selalu mensyukuri segala nikmat yang diberikan-Nya.
“Dan jiwa dan apa yang oleh Allah dijadikan untuk menyempurnakannya. Maka Ia mengilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar), maka sungguh beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan sungguh merugilah yang mengotori jiwanya”. (QS.As-Syams : 7-10)
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram”. (Q.S Ar-Ra’d (13):28).
“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S Ali Imran (3):126, (QS. al-Anfal (8):10)
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rizkinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. (QS An Nahl (16):112).
3. Hidup Sejahtera & Mampu Menjadi Penolong bagi Orang Lain yang Masih Memerlukan.
Tidak ada satupun orangtua yang ingin melihat anaknya hidup susah. Segala daya dan upaya dilakukan oleh orangtua agar anaknya kelak bisa hidup sejahtera. Dan orangtua akan merasa lebih bahagia, manakala kesejahteraan yang telah diraih anak-anaknya itu bisa pula dirasakan oleh mereka yang masih membutuhkannya dengan cara menolong menyisihkan sebagian dari harta yang dimilikinya. Semua orangtua pasti tidak menghendaki anaknya menjadi orang yang kikir dan bahil, yang tidak menyadari bahwa dari apa yang telah diperolehnya itu masih ada rejeki orang lain didalamnya yang harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Terlepas apakah seorang anak kelak akan menjadi seorang pejabat, seorang pimpinan perusahaan, seorang pengusaha sukses, atau hanya menjadi orang biasa, selama dia hidup sejahtera sanggup mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya dan mampu menjadi penolong bagi kepentingan agama dan orang lain yang membutuhkannya, tentu itu akan sangat membahagiakan bagi orang tua. Masalah kesejahteraan hidup ini merupakan masalah yang benar-benar penting yang tidak boleh diabaikan mengingat banyak berbagai permasalahan yang akan timbul bila hal ini diabaikan. Sedemikian pentingnya, masalah ini tertuang pula melalui firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 9 yang artinya :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. an-Nisa’ (4) : 9).
Adapun mengenai pentingnya memberikan sebagian harta kepada orang-orang yang berhak menerimanya, tertuang melalui firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh ayat 177, yang artinya :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Al-Baqoroh:177).
Demikianlah, terlepas dari apapun dan bagaimanapun yang telah orangtua kita lakukan untuk kita, sebagai anak yang sudah dewasa apalagi telah berpredikat sebagai orangtua, tentu kita sendirilah yang memastikan bahwa ketiga hal itu bisa kita raih dengan segala daya upaya dan do’a kita. Sementara sebagai orangtua yang telah memilik anak-anak, kitapun tentu akan berusaha membimbing, mengarahkan, dan membantu anak-anak kita untuk mencapai ketiga hal tersebut. Dan suatu hal yang wajar bila kemudian selama prosesnya terdapat pertentangan dan perbedaan. Tetapi yang terpenting adalah memastikan bahwa perbedaan dan pertentangan itu tidak akan membelokan dari tujuan akhir yang ingin dicapainya.
sumbere : www.abbsyiah.blogspot.co.id