Bahkan mungkin tidak hanya Dimas saja masih banyak yang senasib
Sedih melihatnya, Dimas rela belajar tatap muka di sekolah meski menjadi murid satu-satunya. Disaat temannya bisa belajar di rumah yang sudah dilengkapi smartphone, namun dimas harus belajar. Bagaimana dengan kondisi di daerah anda?
Dimas Ibnu Alias tetap bersemangat bersekolah meski ia jadi satu-satunya murid dalam proses belajar tersebut. Dia terpaksa bersekolah sendirian karena tak punya ponsel pintar (smartphone). Dimas dinilai sebagai gambaran fenomena batu es.
Kasus yang diangkat dan diberitakan mungkin hanya Dimas seorang. Namun sebenarnya di daerah-daerah lainnya juga masih banyak kasus yang serupa.
"Kasus seperti Dimas dengan kesulitan membeli smartphone ini sebenarnya banyak, baik di kota besar maupun di pelosok daerah," kata pemerhati pendidikan dari lembaga swadaya masyarakat Komisi Nasional Pendidikan (Komnas Pendidikan), Andreas Tambah, dikutip dari detikcom, Kamis (23/7/2020).
Dimas merupakan siswa kelas VII SMPN 1 Rembang, Jawa Tengah. Teman-teman Dimas bisa belajar dari rumah secara daring karena punya ponsel pintar dan juga paket data. Namun karena keterbatasan pada keduanya, Dimas tidak bisa melakukan pembelajaran jarak jauh.
Pemerintah Daerah Perlu Ambil Kebijakan
"Dalam kasus Dimas ini, pemerintah daerah setempat harus mengambil kebijakan tentang relaksasi penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan dana BOP (Bantuan Operasional Pendidikan)," kata Andreas.
Andreas mengingatkan terkait kebijakan dari Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang bisa dimanfaatkan oleh sekolah dan juga kepala daerah.
Nadiem telah merevisi Permendikbud tentang Penggunaan Dana BOS dan BOP PAUD demi meyesuaikan kondisi sulit seperti pandemi sekarang ini.
Dalam Permendikbud yang disetujui Nadiem pada 9 April 2020 itu, ada Pasal 9A huruf a yang mengatur bahwa sekolah dapat menggunakan dana BOS reguler untuk membeli pulsa, paket data, dan layanan pendidikan daring berbayar. Hal ini bisa dinikmati oleh pendidik dan juga peserta didik.
Lantas bagaimana beli pulsa bila ponsel pintar saja tidak punya?
"Kalau hanya satu orang (Dimas), kenapa sekolah tidak membiayai untuk membeli smartphone? Toh smartphone Rp 1 juta juga sudah bagus. Ini supaya Dimas bisa seperti yang lain. Mau tidak mau, zaman sudah berubah, konsep pembelajaran juga berubah karena situasi tidak memungkinkan untuk tatap muka," tutur Andreas.
Di kondisi pandemi virus Corona ini, sekolah-sekolah harus mengurangi biaya-biaya yang kurang prioritas untuk penghematan anggaran. Lebih baik, biaya yang tidak mendesak langsung dialihkan untuk membantu siswa yang tidak mampu secara ekonomi seperti Dimas.
"Banyak sekali yang mengeluh dengan masalah yang sama seperti Dimas," kata Andreas.
Dimas yang merupakan putra dari Didik Suroyo seorang nelayan dan Asiatun yang merupakan buruh pengeringan ikan. Dimas diizinkan berangkat sekolah untuk belajar dengan metode tatap muka meski hanya belajar seorang diri.
Pihak sekolah sengaja membuat kebijakan khusus bagi siswa yang tak memiliki gawai untuk belajar. Protokol kesehatan pencegahan COVID-19 diterapkan selama pembelajaran tatap muka berlangsung.
Kasus serupa mungkin saja dialami oleh siswa lainnya, sebab tak semua orang akrab dengan teknologi kekinian seperti halnya smartphone. Khususnya masyarakat yang berada di daerah pelosok.
Sehingga tentu saja, pembelajaran jarak jauh menjadi tidak solutif bagi kondisi masyarakat yang awam dengan smartphone bahkan tak memilikinya.
Semoga kasus-kasus serupa segera bisa ditindaklanjuti agar siswa bisa belajar dengan baik dan mendapatkan halnya dalam menuntut ilmu.